Komunitas Penulis - Salam. Kali ini kita akan belajar mengenai Deiksis. Apaitu deiksis? Deiksis Dalam KBBI cetakan 2005 mengandung pengertian, deiksis adalah hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa atau kata yang mengacuh kepada persona, waktu, dan tempat suatu tuturan. Deiksis adalah kata atau frasa yang menunjuk kepada kata, frasa, atau
ungkapan yang telah dipakai atau yang akan diberikan menjelaskan bahwa
sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referensinya
berpindah-pindah atau berganti-ganti.
Dalam berbahasa kata-kata atau frasa-frasa yang mengacuh kepada beberapa hal tersebut penunjukannya berganti-ganti, tergantung pada siapa yang sedang berbicara,waktu dan juga tempat dituturkannya kata-kata tersebut. Kata-kata (saya, dia, kamu) merupakan kata-kata yang penunjukannya berganti-ganti. Rujukan kata-kata tersebut barulah dapat diketahui siapa, di mana, dan kapan kata-kata itu diucapkan. Dalam kajian linguistik istilah penunjukan semacam itu disebut DEIKSIS.
Kata deiksis berasal dari kata yunani deiktikos yang berarti “hal yang menunjuk secara langsung”. Dalam bahasa yunani, deiksis merupakan istilah teknis untuk salah satu hal mendasar yang dilakukan dalam tuturan. Sedangkan istilah deiktikos yang dipergunakan oleh tata bahasa yunani dalam pengertian sekarang kita sebut kata ganti demonstratif.
Pengertian deiksis dibedakan dengan pengertian anafora. Deiksis bisat diartikan sebagai luar tuturan, dimana yang menjadi pusat orientasi deiksis senantiasa si pembicara, yang tidak merupakan unsur di dalam bahasa itu sendiri, sedangkan anafora merujuk pada tuturan baik yang mengacuh kata yang berada di belakang maupun mengacuh kata yang berada di depan.
Contoh:
Begitulah isi sms yang dikirimkannya padaku
Hari ini bayar, besok gratis.
Jika Anda berkenan, di tempat ini Anda dapat menunggu saya dua jam lagi.
Kata-kata yang dicetak miring dikategorikan sebagai dieksis.
Dalam kajian pragmatik, deiksis dapat dibagi menjadi jenis-jenis seperti diuraikan berikut ini.
1. Deiksis Orang (Deiksis Persona)
Deiksis persona merupakan deiksis yang menunjukkan diri penutur. Orang yang sedang berbicara mendapat peranan yang disebut persona pertama. Apabila ia tidak berbicara lagi dan kemudian menjadi pendengar, maka ia berganti memakai topeng yang disebut persona kedua. Orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan (tetapi menjadi bahan pembicaraan) diberi topeng yang disebut persona ketiga. Bahasa Indonesia mengenal pembagian kata ganti orang menjadi tiga yaitu, kata ganti orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga.
Kata ganti persona pertama dan kedua rujukannya bersifat eksoforis. Hal ini berarti bahwa rujukan pertama dan kedua pada situasi pembicaraan. Oleh karenanya, untuk mengetahui siapa pembicara dan lawan bicara kita harus mengetahui situasi waktu tuturan itu dituturkan. Apabila persona pertama dan kedua akan dijadikan endofora, maka kalimatnya harus diubah, yaitu dari kalimat langsung menjadi kalimat tidak langsung.
Bentuk pronomina persona pertama jamak bersifat eksofora. Hal ini dikarenakan bentuk tersebut, baik yang berupa bentuk kita maupun bentuk kami masih mengandung bentuk persona pertama tunggal dan persona kedua tunggal.
Berbeda dengan kata ganti persona pertama dan kedua, kata ganti persona ketiga, baik tunggal, seperti bentuk dia, ia, -nya maupun bentuk jamak, seperti bentuk sekalian dan kalian, dapat bersifat endofora dan eksofora. Oleh karena bersifat endofora, maka dapat berwujud anafora dan katafora (Setiawan, 1997: 9).
Deiksis persona merupakan deiksis asli, sedangkan deiksis waktu dan deiksis tempat adalah deiksis jabaran.
Dalam sistem ini, orang pertama ialah kategori rujukan pembicara kepada dirinya sendiri, seperti saya, aku, kami, dan kita. Orang kedua adalah kategori rujukan kepada seseorang (atau lebih) pendengar atau siapa yang dituju dalam pembicaraan, seperti kamu, engkau, anda, dan kalian. Orang ketiga adalah kategori rujukan kepada orang yang bukan pembicara dan bukan pula pendengar, seperti dia, ia, beliau, -nya, dan mereka.
Contoh pemakaian deiksis orang dapat dilihat dalam kalimat-kalimat berikut.
2. Deiksis Tempat
Deiksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang atau tempat yang dipandang dari lokasi pemeran serta dalam peristiwa berbahasa itu (Agustina, 1995:45). Deiksis tempat ialah pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta dalam peristiwa bahasa. Semua bahasa -termasuk bahasa Indonesia- membedakan antara “yang dekat kepada pembicara” (di sini) dan “yang bukan dekat kepada pembicara” (termasuk yang dekat kepada pendengar -di situ).
Dalam berbahasa, orang akan membedakan antara di sini, di situ dan di sana. Hal ini dikarenakan di sini lokasinya dekat dengan si pembicara, di situ lokasinya tidak dekat pembicara, sedangkan di sana lokasinya tidak dekat dari si pembicara dan tidak pula dekat dari pendengar. Purwo (1984:37) mengistilahkan dengan deiksis ruang dan lebih banyak menggunakan kata penunjuk seperti dekat, jauh, tinggi, pendek, kanan, kiri, dan di depan. Sedangkan Djajasudarma (2010:65) mengistilahkannya dengan dieksis penunjuk.
Contoh penggunaan dieksis tempat dapat dilihat pada kalimat-kalimat berikut.
3. Deiksis Waktu
Deiksis waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu yang dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat (Agustina, 1995:46). Contoh deiksis waktu adalah kemarin, lusa, besok, bulan ini, minggu ini, atau pada suatu hari.
Kalimat-kalimat berikut adalah contoh pemakaian dari kata penunjuk deiksis waktu.
4. Deiksis Wacana
Deiksis wacana adalah rujukan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan atau yang sedang dikembangkan (Agustina, 1995:47). Deiksis wacana ditunjukkan oleh anafora dan katafora. Sebuah rujukan dikatakan bersifat anafora apabila perujukan atau penggantinya merujuk kepada hal yang sudah disebutkan. Senada dengan hal itu, Hasanuddin WS. (2009:70) menjelaskan bahwa anafora adalah hal atau fungsi yang menunjuk kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam kalimat atau wacana.
Contoh kalimat yang bersifat anafora dapat dilihat dalam kalimat berikut.
Sebuah rujukan atau referen dikatakan bersifat katafora jika rujukannya menunjuk kepada hal yang akan disebutkan (Agustina, 1995:42).
Contoh kalimat yang bersifat katafora dapat dilihat dalam kalimat berikut.
5. Deiksis Sosial
Deiksis sosial adalah mengungkapkan atau menunjukkan perbedaan ciri sosial antara pembicara dan lawan bicara atau penulis dan pembaca dengan topik atau rujukan yang dimaksud dalam pembicaraan itu (Agustina, 1995:50).
Contoh deiksis sosial misalnya penggunaan kata mati, meninggal, wafat dan mangkat untuk menyatakan keadaan meninggal dunia. Masing-masing kata tersebut berbeda pemakaiannya. Begitu juga penggantian kata pelacur dengan tunasusila, kata gelandangan dengan tunawisma, yang kesemuanya dalam tata bahasa disebut eufemisme (pemakaian kata halus). Selain itu, deiksis sosial juga ditunjukkan oleh sistem honorifiks (sopan santun berbahasa). Misalnya penyebutan pronomina persona (kata ganti orang), seperti kau, kamu, dia, dan mereka, serta penggunaan sistem sapaan dan penggunaan gelar.
Contoh pemakaian deiksis sosial adalah pada kalimat berikut.
Lalu apa yang dimaksud dengan deiksis sejati dengan deiksis tak sejati dan deiksis kinesik dengan deiksis simbolik?
Selain pembagian lima deiksis di atas, dalam kajian pragmatik juga dibedakan antara deiksis sejati dengan deiksis tak sejati dan deiksis kinesik dengan deiksis simbolik (Agustina, 1995:51). Penjelasan deiksis tersebut akan dijelaskan berikut ini.
Deiksis sejati adalah arti dari kata atau frasa penunjuk yang seluruhnya dapat diterangkan dengan konsep deiksis. Dengan kata lain kata-kata yang dipakai sebagai penunjuk deiksis tidak mengandung makna lain selain dari makna deiksis itu sendiri. Kata-kata yang sering dijadikan sebagai deiksis sejati adalah kata-kata yang dipakai untuk perujuk atau penunjuk, misalnya ini, itu, di sini, di situ, saya, kita, kamu, dan engkau.
Contoh pemakaian deiksis sejati dalam kalimat adalah seperti berikut.
Dalam deiksis tak sejati, makna kata atau frasa yang dipakai dalam deiksis hanya sebagian mengacu kepada deiksis, sedangkan sebagian lagi fungsinya adalah nondeiksis, seperti contoh berikut.
Dalam kalimat di atas, kata dia dapat berarti seseorang dan dapat pula berarti binatang kesayangan.
Dalam deiksis kinesik kata-kata yang digunakan hanya dapat dipahami jika disertai pengamatan gerakan badan yang disertai dengan pendengaran dan penglihatan atau rabaan. Contoh pemakaian deiksis kinesik seperti pada kalimat berikut.
Yang ini boleh kau ambil, tetapi itu jangan.
Bukan itu yang saya minta, melainkan itu.
Dalam deiksis simbolik, diperlukan pengetahuan tentang faktor tempat dan waktu dari peristiwa berbahasa itu untuk dapat memahami siapa dan apa yang dimaksud dalam kalimat itu. contoh pemakaian deiksis simbolik adalah sebagai berikut.
Saya tidak dapat pulang ke kampung tahun ini.
Frasa tahun ini, tidak dapat dipahami hanya dengan pendengaran dan penglihatan atau perabaan saja, tetapi diperlukan pemahaman waktu ketika terjadi peristiwa berbahasa itu.
Demikian pembahasan mengenai Deiksis dan Jenis-jenis Deiksis. Mohon koreksi bila ada kesalahan. Salam.
DAFTAR PUSTAKA:
..
Dalam berbahasa kata-kata atau frasa-frasa yang mengacuh kepada beberapa hal tersebut penunjukannya berganti-ganti, tergantung pada siapa yang sedang berbicara,waktu dan juga tempat dituturkannya kata-kata tersebut. Kata-kata (saya, dia, kamu) merupakan kata-kata yang penunjukannya berganti-ganti. Rujukan kata-kata tersebut barulah dapat diketahui siapa, di mana, dan kapan kata-kata itu diucapkan. Dalam kajian linguistik istilah penunjukan semacam itu disebut DEIKSIS.
Pengertian Deiksis
Kata deiksis berasal dari kata yunani deiktikos yang berarti “hal yang menunjuk secara langsung”. Dalam bahasa yunani, deiksis merupakan istilah teknis untuk salah satu hal mendasar yang dilakukan dalam tuturan. Sedangkan istilah deiktikos yang dipergunakan oleh tata bahasa yunani dalam pengertian sekarang kita sebut kata ganti demonstratif.
Pengertian deiksis dibedakan dengan pengertian anafora. Deiksis bisat diartikan sebagai luar tuturan, dimana yang menjadi pusat orientasi deiksis senantiasa si pembicara, yang tidak merupakan unsur di dalam bahasa itu sendiri, sedangkan anafora merujuk pada tuturan baik yang mengacuh kata yang berada di belakang maupun mengacuh kata yang berada di depan.
Contoh:
Begitulah isi sms yang dikirimkannya padaku
Hari ini bayar, besok gratis.
Jika Anda berkenan, di tempat ini Anda dapat menunggu saya dua jam lagi.
Kata-kata yang dicetak miring dikategorikan sebagai dieksis.
- Pada kalimat (1) yang dimaksud dengan begitulah tidak bisa diketahui karena uraian berikutnya tidak dijelaskan.
- Pada kalimat (2) kapan yang dimaksud dengan hari ini dan besok juga tidak jelas, karena kalimat itu terpampang setiap hari di sebuah kafetaria.
- Pada kalimat (3) kata Anda tidak jelas rujukannya, apakah seorang wanita atau pria, begitu juga frasa di tempat ini lokasinya tidak jelas.
Baca Juga Cara Menulis Daftar Pustaka
Jenis-jenis Deiksis
Dalam kajian pragmatik, deiksis dapat dibagi menjadi jenis-jenis seperti diuraikan berikut ini.
1. Deiksis Orang (Deiksis Persona)
Deiksis persona merupakan deiksis yang menunjukkan diri penutur. Orang yang sedang berbicara mendapat peranan yang disebut persona pertama. Apabila ia tidak berbicara lagi dan kemudian menjadi pendengar, maka ia berganti memakai topeng yang disebut persona kedua. Orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan (tetapi menjadi bahan pembicaraan) diberi topeng yang disebut persona ketiga. Bahasa Indonesia mengenal pembagian kata ganti orang menjadi tiga yaitu, kata ganti orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga.
Kata ganti persona pertama dan kedua rujukannya bersifat eksoforis. Hal ini berarti bahwa rujukan pertama dan kedua pada situasi pembicaraan. Oleh karenanya, untuk mengetahui siapa pembicara dan lawan bicara kita harus mengetahui situasi waktu tuturan itu dituturkan. Apabila persona pertama dan kedua akan dijadikan endofora, maka kalimatnya harus diubah, yaitu dari kalimat langsung menjadi kalimat tidak langsung.
Bentuk pronomina persona pertama jamak bersifat eksofora. Hal ini dikarenakan bentuk tersebut, baik yang berupa bentuk kita maupun bentuk kami masih mengandung bentuk persona pertama tunggal dan persona kedua tunggal.
Berbeda dengan kata ganti persona pertama dan kedua, kata ganti persona ketiga, baik tunggal, seperti bentuk dia, ia, -nya maupun bentuk jamak, seperti bentuk sekalian dan kalian, dapat bersifat endofora dan eksofora. Oleh karena bersifat endofora, maka dapat berwujud anafora dan katafora (Setiawan, 1997: 9).
Deiksis persona merupakan deiksis asli, sedangkan deiksis waktu dan deiksis tempat adalah deiksis jabaran.
Dalam sistem ini, orang pertama ialah kategori rujukan pembicara kepada dirinya sendiri, seperti saya, aku, kami, dan kita. Orang kedua adalah kategori rujukan kepada seseorang (atau lebih) pendengar atau siapa yang dituju dalam pembicaraan, seperti kamu, engkau, anda, dan kalian. Orang ketiga adalah kategori rujukan kepada orang yang bukan pembicara dan bukan pula pendengar, seperti dia, ia, beliau, -nya, dan mereka.
Contoh pemakaian deiksis orang dapat dilihat dalam kalimat-kalimat berikut.
- Mengapa hanya saya yang diberi tugas berat seperti ini?
- Saya melihat mereka di pasar kemarin.
2. Deiksis Tempat
Deiksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang atau tempat yang dipandang dari lokasi pemeran serta dalam peristiwa berbahasa itu (Agustina, 1995:45). Deiksis tempat ialah pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta dalam peristiwa bahasa. Semua bahasa -termasuk bahasa Indonesia- membedakan antara “yang dekat kepada pembicara” (di sini) dan “yang bukan dekat kepada pembicara” (termasuk yang dekat kepada pendengar -di situ).
Dalam berbahasa, orang akan membedakan antara di sini, di situ dan di sana. Hal ini dikarenakan di sini lokasinya dekat dengan si pembicara, di situ lokasinya tidak dekat pembicara, sedangkan di sana lokasinya tidak dekat dari si pembicara dan tidak pula dekat dari pendengar. Purwo (1984:37) mengistilahkan dengan deiksis ruang dan lebih banyak menggunakan kata penunjuk seperti dekat, jauh, tinggi, pendek, kanan, kiri, dan di depan. Sedangkan Djajasudarma (2010:65) mengistilahkannya dengan dieksis penunjuk.
Contoh penggunaan dieksis tempat dapat dilihat pada kalimat-kalimat berikut.
- Tempat itu terlalu jauh baginya, meskipun bagimu tidak.
- Duduklah bersamaku di sini.
3. Deiksis Waktu
Deiksis waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu yang dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat (Agustina, 1995:46). Contoh deiksis waktu adalah kemarin, lusa, besok, bulan ini, minggu ini, atau pada suatu hari.
Kalimat-kalimat berikut adalah contoh pemakaian dari kata penunjuk deiksis waktu.
- Gaji bulan ini tidak seberapa yang diterimanya.
- Saya tidak dapat menolong Anda sekarang ini.
4. Deiksis Wacana
Deiksis wacana adalah rujukan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan atau yang sedang dikembangkan (Agustina, 1995:47). Deiksis wacana ditunjukkan oleh anafora dan katafora. Sebuah rujukan dikatakan bersifat anafora apabila perujukan atau penggantinya merujuk kepada hal yang sudah disebutkan. Senada dengan hal itu, Hasanuddin WS. (2009:70) menjelaskan bahwa anafora adalah hal atau fungsi yang menunjuk kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam kalimat atau wacana.
Contoh kalimat yang bersifat anafora dapat dilihat dalam kalimat berikut.
- Wati belum mendapatkan pekerjaan, padahal dia sudah diwisuda dua tahun yang lalu.
- Joni baru saja membeli mobil BMW. Warnanya merah dan harganya jangan ditanya.
Sebuah rujukan atau referen dikatakan bersifat katafora jika rujukannya menunjuk kepada hal yang akan disebutkan (Agustina, 1995:42).
Contoh kalimat yang bersifat katafora dapat dilihat dalam kalimat berikut.
- Di sini, digubuk tua ini mayat itu ditemukan.
- Setelah dia masuk, langsung Toni memeluk adiknya.
5. Deiksis Sosial
Deiksis sosial adalah mengungkapkan atau menunjukkan perbedaan ciri sosial antara pembicara dan lawan bicara atau penulis dan pembaca dengan topik atau rujukan yang dimaksud dalam pembicaraan itu (Agustina, 1995:50).
Contoh deiksis sosial misalnya penggunaan kata mati, meninggal, wafat dan mangkat untuk menyatakan keadaan meninggal dunia. Masing-masing kata tersebut berbeda pemakaiannya. Begitu juga penggantian kata pelacur dengan tunasusila, kata gelandangan dengan tunawisma, yang kesemuanya dalam tata bahasa disebut eufemisme (pemakaian kata halus). Selain itu, deiksis sosial juga ditunjukkan oleh sistem honorifiks (sopan santun berbahasa). Misalnya penyebutan pronomina persona (kata ganti orang), seperti kau, kamu, dia, dan mereka, serta penggunaan sistem sapaan dan penggunaan gelar.
Contoh pemakaian deiksis sosial adalah pada kalimat berikut.
- Apakah saya bisa menemui Bapak hari ini?
- Saya harap Pak Haji berkenan memenuhi undangan saya.
Lalu apa yang dimaksud dengan deiksis sejati dengan deiksis tak sejati dan deiksis kinesik dengan deiksis simbolik?
Selain pembagian lima deiksis di atas, dalam kajian pragmatik juga dibedakan antara deiksis sejati dengan deiksis tak sejati dan deiksis kinesik dengan deiksis simbolik (Agustina, 1995:51). Penjelasan deiksis tersebut akan dijelaskan berikut ini.
1. Deiksis Sejati dan Deiksis Tak Sejati
Deiksis sejati adalah arti dari kata atau frasa penunjuk yang seluruhnya dapat diterangkan dengan konsep deiksis. Dengan kata lain kata-kata yang dipakai sebagai penunjuk deiksis tidak mengandung makna lain selain dari makna deiksis itu sendiri. Kata-kata yang sering dijadikan sebagai deiksis sejati adalah kata-kata yang dipakai untuk perujuk atau penunjuk, misalnya ini, itu, di sini, di situ, saya, kita, kamu, dan engkau.
Contoh pemakaian deiksis sejati dalam kalimat adalah seperti berikut.
- Jika kami berdiri, kamu harus duduk.
- Rumah ini kelihatannya memang sudah lapuk, tetapi semangat kami tidak akan pernah lapuk tinggal di sini.
Dalam deiksis tak sejati, makna kata atau frasa yang dipakai dalam deiksis hanya sebagian mengacu kepada deiksis, sedangkan sebagian lagi fungsinya adalah nondeiksis, seperti contoh berikut.
- Dia menjadi pusat perhatian di rumah kami.
Dalam kalimat di atas, kata dia dapat berarti seseorang dan dapat pula berarti binatang kesayangan.
2. Deiksis Kinesik dan Deiksis Simbolik
Dalam deiksis kinesik kata-kata yang digunakan hanya dapat dipahami jika disertai pengamatan gerakan badan yang disertai dengan pendengaran dan penglihatan atau rabaan. Contoh pemakaian deiksis kinesik seperti pada kalimat berikut.
Yang ini boleh kau ambil, tetapi itu jangan.
Bukan itu yang saya minta, melainkan itu.
Dalam deiksis simbolik, diperlukan pengetahuan tentang faktor tempat dan waktu dari peristiwa berbahasa itu untuk dapat memahami siapa dan apa yang dimaksud dalam kalimat itu. contoh pemakaian deiksis simbolik adalah sebagai berikut.
Saya tidak dapat pulang ke kampung tahun ini.
Frasa tahun ini, tidak dapat dipahami hanya dengan pendengaran dan penglihatan atau perabaan saja, tetapi diperlukan pemahaman waktu ketika terjadi peristiwa berbahasa itu.
Baca Juga Klitik, Proklitik, dan Enklitik
Demikian pembahasan mengenai Deiksis dan Jenis-jenis Deiksis. Mohon koreksi bila ada kesalahan. Salam.
DAFTAR PUSTAKA:
- Agustina. 1995. Pragmatik dalam Pengajaran Bahasa Indonesia. Padang: IKIP Padang.
- Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
- Djajasudarma, Fatimah. 2010. Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: Refika Aditama.
- Hasanuddin WS, dkk. 2009. Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia. Bandung: Angkasa.
- Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik: Teori dan Penerapannya, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- Purwo, Bambang Kaswanti. 1984. Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
..
0 komentar:
Posting Komentar