Kajian Fonologi Dalam Bahasa Indonesia

Bahasa dan Sastra - Apa itu Fonologi? Fonologi adalah salah satu bidang linguistik murni. Bidang linguistik murni mencakup fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Linguistik sendiri memiliki sebenarnya tidak hanya menjadikan bahasa sebagai objek kajian melainkan segala seluk beluk bahasa itu sendiri, sehingga dikenal dengan linguistik umum. Berdasarkan objek kajiannya, linguistik dapat dibedakan menjadi linguistik mikro (mikrolinguistik) dan linguistik makro (makrolinguistik).

Linguistik mikro mengarahkan kajiannya pada struktur internal bahasa. Dalam linguistik mikro ada beberapa subdisiplin, diantaranya :
  • Fonologi: menyelidiki tentang bunyi bahasa.
  • Morfologi: menyelidiki tentang morfem.
  • Sintaksis: menyelidiki tentang satuan-satuan kata.
  • Semantik: menyelidiki makna bahasa.
  • Leksikologi : menyelidiki leksikon atau kosakata.

Sejarah fonologi

Sejarah fonologi dapat dilacak melalui riwayat pemakaian istilah fonem dari waktu ke waktu. Pada sidang Masyarakat Linguistik Paris, 24 mei 1873, Dufriche Desgenettes mengusulkan nama fonem, sebagai padanan kata Bjm Sprachault. Ferdinand De Saussure dalam bukunya “ Memorie Sur Le Systeme Primitif Des Voyelles Dan Les Langues Indo-Europeennes” ‘memoir tentang sistem awal vokal bahasa – bahasa Indo eropa ‘ yang terbit pada tahun 1878, mendefinisikan fonem sebagai prototip unik dan hipotetik yang berasal dari bermacam bunyi dalam bahasa –bahasa anggotanya. Sejarah fonologi dalam makalah ini akan lebih mengkhususkan membahas mengenai istilah fonem. Gambaran mengenai perkembangan fonologi dari waktu ke waktu dapat dilihat lewat berbagai aliran dalam fonologi.

Kajian Fonologi 

Kajian Fonologi Dalam Bahasa Indonesia

Objek Kajian Fonologi

Pengertian fonologi berasal dari bahasa Yunani yaitu phone = ‘bunyi’, logos = ‘ilmu’. Secara harfiah, fonologi adalah ilmu bunyi. Fonologi merupakan bagian dari ilmu bahasa yang mengkaji bunyi. Objek kajian fonologi yang pertama bunyi bahasa (fon) yang disebut tata bunyi (fonetik) dan yang kedua mengkaji fonem yang disebut tata fomen (fonemik). Jadi fonologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa, proses terbentuknya dan perubahannya. Fonologi mengkaji bunyi bahasa secara umum dan fungsional.

Fonemik, yaitu bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti. Bunyi ujaran yang bersifat netral, atau masih belum terbukti membedakan arti disebut fona, sedang fonem ialah satuan bunyi ujaran terkecil yang membedakan arti. Variasi fonem karena pengaruh lingkungan yang dimasuki disebut alofon. Gambar atau lambang fonem dinamakan huruf. Jadi fonem berbeda dengan huruf.  Untuk menghasilkan suatu bunyi atau fonem, ada tiga unsur yang penting yaitu :
  1. Udara
  2. Artikulator (bagian alat ucap yang bergerak)
  3. Titik artikulasi

Teori-Teori Fonologi


1. Teori Strukur Universal : Teori struktur universal ini dikembangkan oleh Jakobson (1968). Oleh karena itu sering juga disebut teori Jakobson. Pada intinya teori ini mencoba menjelaskan pemorelahan berdasarkan struktur-struktur universal lunguistik yakni hukum- hukum struktural yang megatur perubahan bunyi.
2.  Teori Generative Struktur Universal : Teori Struktural Universal yang diperkenalkan oleh Jakobson di atas telah diperluas oleh Moskowitz (1970, 1971) dengan cara menerapkan unsur-unsur fonologi generatif yang diperkenalkan oleh Chomsky dan Halle (1968). Yang paling menonjol dari teori Moskowitz ini adalah “penemuan konsep” dan “pembentukan hipotesis” berupa rumus-rumus yang dibentuk oleh kanak-kanak berdasarkan Data Linguistik Utama (DLU), yaitu kata-kata dan kalimat-kalimat yang didengarnya sehari-hari.
3. Teori Proses Fonologi Alamiah : Teori ini diperkenalkan oleh David Stampe (1972, 1973), yakni satu teori yang disusun berdasarkan teori fonologi alamiah yang juga telah diperkenalkan sejak 1965. Menurut stampe proses fonologi kanak-kanak bersifat nurani yang harus mengalami penindasan (supresi), pembatasan, dan pengaturan sesuai dengan penuranian (internalization) representasi fonemik orang dewasa.
4. Teori Prosodi-Akuistik : Teori prosodi-akuistik ini diperkenalkan oleh Weteson (1976) sesudah dia merasa tidak puas dengan pendekatan fonemik segmental yang dikatakannya tidak memberikan gambaran yang sebenarnya mengenai pemerolehan fonologi. Weterson (1971) berpendapat bahwa pemerolehan bahasa adalah satu proses sosial sehingga kajianya lebih tepat dilakukan dirumah dalam konteks sosial yang sebenarnya daripada pengkajian data-data eksprimen, lebih-lebih untuk mengetahui pomerolehan fonologi.
5. Teori Kontras dan Proses : Proses ini diperkenalkan oleh Ingram (1974,1979), yakni suatu teori yang menggabungkan bagian-bagian penting dari teori Jakobson dengan bagian-bagian penting dari teori Stampe; kemudian menyelaraskan hasil penggabungan dengan teori perkembangan dari Piaget. Menurut Ingram kanak-kanak memperoleh sistem fonologi orang dewasa dengan cara menciptakan strukturnya sendiri; dan kemudian mengubah struktur ini jika pengetahuannya mengenai sistem orang dewasa semakin baik.

Gejala Fonologi Bahasa Indonesia

1. Penambahan Fonem : Penambahan fonem pada suatu kata pada umumnya berupa penambahan bunyi vokal. Penambahan ini dilakukan untuk kelancaran ucapan.
2. Penghilangan Fonem : Hilangnya bunyi atau fonem pada awal, tengah dan akhir sebuah kata tanpa mengubah makna. Penghilangan ini biasanya berupa pemendekan kata.
3. Perubahan Fonem : Perubahan fonem adalah berubahnya bunyi atau fonem pada sebuah kataagar kata menjadi terdengar dengan jelas atau untuk tujuan tertentu.
4.  Kontraksi : gejala yang memperlihatkan adanya satu atau lebih fonem yang dihilangkan. Kadang-kadang ada perubahan atau penggantian fonem.
5.  Analogi : Analogi adalah pembentukan suatu kata baru berdasarkan suatu contoh yang sudah ada
6.  Fonem Suprasegmental : Fonem vokal dan konsonan merupakan fonem segmental karena dapat diruas-ruas. Fonem tersebut biasanya terwujud bersama-sama dengan ciri suprasegmental seperti tekanan, jangka dan nada.

Kajian fonetik terbagi atas klasifikasi bunyi yang kebanyakan bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif. Dan yang kedua pembentukan vokal, konsonan, diftong, dan kluster. Dalam hal kajian fonetik, perlu adanya fonemisasi yang ditujukan untuk menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan makna tersebut.

Tujuan fonemisasi :
  1. Menentukan struktur fonemis sebuah bahasa, dan
  2. Membuat ortografi yang praktis atau ejaan sebuah bahasa.

Gejala fonologi Bahasa Indonesia termasuk di dalamnya yaitu penambahan fonem, penghilangan fonem, perubahan fonem, kontraksi, analogi, fonem suprasegmental. Pada tataran kata, tekanan, jangka, dan nada dalam bahasa Indonesia tidak membedakan makna. Namun, pelafalan kata yang menyimpang dalam hal tekanan, dan nada akan terasa janggal.

Jika ada mencari Morfologi, sudah kita bahas di Kajian Morfologi dan dan Morfem,  juga Macam-macam Morfologis

Demikian mengenai pembahasan Kajian Fonologi Dalam Bahasa Indonesia semoga bisa dijadikan referensi dalam mendalami bahasa indonesia yang lebih baik. Salam.


Daftar Pustaka:
  • Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
  • Widodo. 2004. Fonologi Bahasa Jawa. Semarang
  • Alwi, Hasan (Peny.) 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Kridalaksana, Harimurti, 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.
  • Lass, Roger. 1988. Fonologi (Terj.) Warsono. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Marsono, 1986. Fonetik. Yogyakarta: UGM Press.
  • Parera, Jos Daniel. 1983. Fonetik dan Fonemik. Ende, Flores: Nusa Indah.
  • Samsuri, 1978. Analisa Bahasa. Jakarta: Erlangga.
  • Yakop Colin and John Clark, 1991. Introduction to Phonetics and Phonemics. Cambridge: Basil Black Well, Ltd.
.

0 komentar:

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.