Mengenal Tindak Tutur, Praanggapan, dan Implikatur - Aspek Pragmatik

Seperti yang kita tahu, Linguistik yang merupakan ilmu kajian bahasa memiliki beberapa macam cabang seperti Fonologi, Morfologi, Sintaksis, dan Pragmatik. Cabang Fonologi, Morfologi, Sintaksi, dan Semantik mempelajari struktur bahasa secara internal, yaitu berhubungan dengan unsur bagian dalam bahasa. Sdedangkan untuk Semantik dan Pragmatik memiliki kesamaan, yaitu cabang-cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan bahasa. Namun, di antara kedua cabang ilmu bahasa itu memiliki perbedaan, yaitu semantik mempelajari makna satuan bahasa secara internal sedangkan pragmatik mempelajari makna satuan bahasa secara eksternal.

Bagi yang belum memahami ulasan mengenai Pragmatik, bisa cek pada materi kita sebelumnya di Pengertian, Definisi, dan Perkembangan Pragmatik. Berdasarkan beberapa pendapat pada kajian sebelumnya, dapat disimpulkan tentang batasan pragmatik. Pragmatik adalah suatu telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi peserta tutur dalam menafsirkan kalimat atau menelaah makna dalam kaitannya dengan situasi ujaran.

Pragmatik memiliki kajian atau bidang telaah tertentu yaitu dieksis, praanggapan (presupposition), tindak tutur (speech acts), dan implikatur percakapan (conversational implicature) (Kaswanti Purwo, 1990:17). Namun, kali ini kita akan membahas tindak tutur, praanggapan dan implikatur. Untuk Kajian Deiksis sudah kita sampaikan pada Pengertian dan Jenis-jenis Deiksis.

Tindak Tutur, Praanggapan, dan Implikatur dalam Pragmatik



Pengertian Tindak Tutur

Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik. Tindak tutur (istilah Kridalaksana ‘pertuturan’ / speech act, speech event): pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui pendengar (Kridalaksana, 1984:154). Tindak tutur (speech atcs) adalah ujaran yang dibuat sebagai bagian dari interaksi sosial (Hudson dikutif Alwasilah, 1993:19). Menurut Hamey (dikutif Sumarsono, dan Paina Partama, 2002:329-330)tindak tutur merupakan bagian dari peristiwa tutur, dan peristiwa tutur merupakan bagian dari situasi tutur.  Setiap peristiwa tutur terbatas pada kegiatan, atau aspek-aspek kegiatan yang secara langsung diatur oleh kaidah atau norma bagi penutur. Ujaran atau tindak tutur dapat terdiri dari satu tindak turur atau lebih dalam suatu peristiwa tutur dan situasi tutur. Dengan demikian, ujaran atau tindak tutur sangat tergantung dengan konteks ketika penutur bertutur. Tuturan-tuturan baru dapat dimengerti hanya dalam kaitannya dengan kegiatan yang menjadi konteks dan tempat tuturan itu tejadi. Sesuai dengan pendapat Alwasilah (1993:20) bahwa ujaran bersifat context dependent (tergantung konteks)

Tindak tutur merupakan gejala individu, bersifat psikologis, dan ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Tindak tutur di titikberatkan kepada makna atau arti tindak, sedangkan peristiwa tutur lebih dititikberatkan pada tujuan peristiwanya (Suwito, 1983:33).  Dalam tindak tutur ini terjadi peristiwa tutur yang dilakukan penutur kepada mitra tutur dalam rangka menyampaikan komunikasi. Agustin (dikutuf Subyakto, 1992:33) menekankan tindak tutur dari segi pembicara. Kalimat yang bentuk formalnya berupa pertanyaan  memberikan informasi dan dapat pula berfungsi melakukan suatu tindak tutur yang dilakukan oleh penutur. Dengan demikian, penutur yang diucapkan suatu tindakan, seperti “Pergi!”, “Silahkan Anda tinggalkan rumah ini, karena Anda belum membayar kontraknya!”, “Saya mohon Anda meninggaln rumah ini” tindak tutur ini merupakan suatu perintah dari penutur kepada mitra tutur  untuk melakukan tindakan.

Tindak tutur adalah kegiatan seseorang menggunakan bahasa kepada mitra tutur dalam rangka mengkomunikasikan sesuatu. Apa makna yang dikomukasikan tidak hanya dapat dipahami berdasarkan penggunaan bahasa dalam bertutur tersebut tetapi juga ditentukan oleh aspek-aspejk komunikasi secara komprehensif, termasuk aspek-aspek situasional komunikasi.

Dalam menuturkan kalimat, seorang tidak semata-mata mengatakan sesuatu dengan mengucapkan kalimat itu. Ketika ia menuturkan kalimat, berarti ia menindakkan sesuatu. Dengan mengucapkan, “Mau makan apa?” sipenutur tidak semata-mata menanyakan atau jawaban tertentu, ia juga menindakkan sesuatu, yakni menawarkan makan siang. Seorang ibu berkata kepada anak perempuannya yang dikunjungi oleh pacarnya “Sudah pukul sembilan”. Ibu tadi tidak semata-mata memberitahukan tentang keadaan yang berkaitan dengan waktu, tetapi juga menindakkan sesuatu yakni memerintahkan mitra tutur  atua orang laian (misalnya anaknya ) agar pacarnya pulang.

 Jenis-Jenisnya Tindak Tutur

Tindak tutur atau tindak ujaran (speech act) mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pragmatik karena TT adalah satuan analisisnya. Uraian berikut memaparkan klasifikasi dari berbagai jenis TT. Menurut pendapat Austin (dikutif Chaer dan Leonie Agustina, 1995:68-69) merumuskan  adanya tiga jenis tindak tutur, yaitu :
  1. Tindak tutur Lokusi
  2. Tindak tutur Ilokusi
  3. Tindak tutur Perlokusi

Tindak tutur lokusi
Tindak tutur lokusi atau apa yang dikatakan (locutionary act) adalah tindak tutur yang untuk menyatakan sesuatu. Misal; kakinya dua, pohon punya daun. Tindak tutur yang dilakukan oleh penutur  berkaitan dengan perbuatan dalam hubungannya tentang sesuatu dengan mengatakan sesuatu (an act of saying something), seperti memutuskan, mendoakan, merestui dan menuntut.




Tindak tutur ilokusi
Tindak tutur ilokusi (illocutionary act) yaitu, tindak tutur yang didepinisikan tidak tutur ilokusi sebagi sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau mengimformasikan sesuatu dapat juga digunakan untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain, tindak tutur yang dilakukan oleh penutur berkaitan dengan perbuatan hubungan dengan menyatakan sesuatu. Tindak tutur ilokusi berkaitana dengan nilai yang ada dalam proposisinya. Contoh, “Saya tidak dapat datang”. Kalimat ini oleh seseorang kepada temannya yang baru melaksanakan resepsi pernikahan anaknya, tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu yakni meminta maaf karena tidak datang.





Tindak tutur perlokusi
Tindak tutur perlokusi: Austin, Searle, perbuatan yang dilakukan dengan mengujarkan sesuatu, membuat orang lain percaya akan sesuatu dengan mendesak orang lain untuk berbuat sesuatu, dll. atau mempengaruhi orang lain (perlocutionary speech act)


Misalnya:
Tempat itu jauh.

mengandung pesan. metapesan ‘Jangan pergi ke sana!’ metapesan (Dalam pikiran mitratutur ada keputusan) “Saya tidak akan pergi ke sana.”


Pembagian tindak tutur berdasarkan maksud penutur ketika berbicara (ilokusi) Searle membagi dalam lima jenis. Pembagian ini menurut Searle (1980:16) didasarkan atas asumsi “Berbicara menggunakan suatu bahasa adalah mewujudkan prilaku dalam aturan yang tertentu”. Kelima tindak tutur tersebut adalah sebagai berikut.
  1. Tindak tutur repesentatif
  2. Tindak tutur komisif
  3. Tindak tutur direkfif
  4. Tindak tutur ekspresif
  5. Tindak tutur deklaratif

Tindak tutur repesentatif
Tindak tutur repesentatif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk menetapan atau menjelakan sesuatu apa adanya. Tindak tutur ini, seperti menyatakan, melaporkan, memberitahukan, menjelaskan, mempertahankan, menolak dan lain-lain. Tindak menyatakan, mempertahankan maksudnya adalah penutur mengucapkan sesuatu, maka mitra tutur percaya terhadat ujaran penutur. Tindak melaporkan memberitahukan, maksudnya ketika penutur mengujarkan sesuatu, maka penutur percaya bahwa telah terjadi sesuatu. Tindak menolak, menyangkal, maksudnya penutur mengucapkan sesuatu maka mitra tutur percaya bahwa terdapat alasan untuk tidak percaya. Tindak menyetujui, menggakui, maksudnya ketika penutur mengujarkan sesuatu, maka mitra tutur percaya bahwa apa yang diujarkan oleh penutur berbeda dengan apa yang ia inginkan dan berbeda dengan pendapat semula.

Contoh

Guru : Pokok bahasan kita hari ini mengenai analisis wacana.

Tuturan guru di atas, merupakan salah satu contoh tindak tutur representatif yang termasuk mdalam tindak memberitahukan.

Tindak tutur komisif
Tindak tutur komisif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk mendorong pembicaraan melakukan sesuatu, seperti berjanji, bernazar, bersumpah, dan ancaman. Komisit terdiri dari 2 tipe, yaitu promises (menyajikan) dan offers (menawarkan) (Ibrahim, 1993:34). Tindak menjanjikan, mengutuk dan bersumpah maksudnya adalah penutur  menjajikan mitra tutur untuk melakukan A, berdasarkan kondisi mitra tutur menunjukkan dia ingin penutur melakukan A.

Contoh saya berjanji akan datang besok

Tuturan di atas, merupakan salah satu contoh tindak komisif yang termasuk dalam menjanjikan

Tindak tutur direkfif
Tindak tutur direkfif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk mendorong pendengar melakukan sesuatu, misalnya menyuruh, perintah, meminta. Menutur Ibrahim (1993:27) direktif mengespresikan sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitra tutur, mislnya meminta, memohon, mengajak, bertanya, memerintah, dan menyarankan. Tindak meminta maksunya ketika mengucapkan sesuatu, penutur meminta mitra tutur untuk melakukan A, maksudnya mitra tutur melakukan A, karena keinginan penutur. Tindak memerintah, maksudnya ketika penutur mengekspresikan keinginannya pada mitra tutur untuk melakukan A, mitra tutur harus melakukan A, mitra tutur melakukan A karena keinginan penutur. Tindak bertanya, ketika mengucapkan sesuatu penutur bertanya, mengekspresikan keingin kepada mitratutur, mitra tutur menjawab apa yang ditanya oleh penutur.

Contoh
  • Guru         : Siapa yang piket hari ini?
  • Siswa        : Ani (siswa yang bersangkutan maju)

Tuturan di atas, merupakan suatu pernyatan yang tujuannya meminta informasi mitra tutur.

  • Guru         : Coba, ulangi jawabannya.

Tuturan ini juga termasuk tindak tutur direktif yang maksudnya menyuruh meminta si A mengulangi kembali jawabannya.

Tindak tutur ekspresif
Tindak tutur ekspresif, tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berupa tindak meminta maaf, berterimakasih,menyampaikan ucapan selamat, memuji, mengkritik. Penutur mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur baik yang berupa rutinitas maupun yang murni. Perasaan dan pengekspresian penutur untuk jenis situasi tertentu yang dapat berupa tindak penyampaian salam (greeting) yang mengekspresikan rasa senang, karena bertemu dan melihat seseorang, tindak berterimakasih (thanking) yang mengekspresikan rasa syukur, karena telah menerima sesuatu. Tindak meminta maaf (apologizing) mengekspresikan simpati, karena penutur telah melukai atau mengganggu mitra tutur.

Contoh : Ya, bagus sekali nilai rapormu.

Tuturan di atas, merupakan salah satu contoh tindak ekspresif yang termasuk pujian.

Tindak tutur deklaratif
Tindak tutur deklaratif, yaitu tindak tutur  yang berfungsi untk memantapkan sesuatu yang dinyatakan, atara lain dengan setuju, tidak setuju, benar-benar salah, dan sebagainya.


Berdasarkan isi kalimat atau tuturannya, kalimat dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif).
Adiknya sakit. Di mana handuk saya? Pergi!. Berdasarkan modusnya, kalimat atau tuturan dapat dibedakan menjadi :
  1. Tuturan langsung 
  2. Tuturan tidak langsung.

Tuturan langsung
A: Minta uang untuk membeli gula!
B: Ini.

Tuturan tidak langsung
A: Gulanya habis, yah.
B: Ini uangnya. Beli sana!

Kadang-kadang secara pragmatis kalimat berita dan tanya digunakan untuk memerintah, sehingga merupakan TT tidak langsung (indirect speech). Hal ini merupakan sesuatu yang penting dalam kajian pragmatik. Misalnya:

1. Rumahnya jauh. (ada maksud: jangan pergi ke sana).
2. Adiknya sakit. (ada maksud: jangan ribut atau tengoklah!)


Berdasarkan keliteralannya, tuturan dapat dibedakan menjadi :
  1. tuturan literal
  2. tuturan tidal literal

Tuturan literal: tuturan yang sesuai dengan maksud atau modusnya. Misalnya, Buka mulutnya! (makna lugas: buka).

Tuturan tidak literal: tuturan yang tidak sesuai dengan maksud dalam tulisan/tuturan. Misalnya, Buka mulutnya! (makna tidak lugas: tutup). Hal ini disebut juga ‘nglulu’
Dalan bahasa kadang-kadang terjadi, yang bagus dikatakan jelek (hal ini disebut banter ([bEnte]), yang jelek dikatakan bagus (disebut ‘ironi’).


Masing-masing tindak tutur (langsung, tidak langsung, literal, dan tidak literal) apabila disinggungkan (diinterseksikan) dapat dibedakan menjadi 8 macam seperti sebagai berikut.

1. TT langsung
           Radione kurang banter. betul-betul kurang keras.
2. TT tidak langsung
           keraskan radionya!
3. TT literal
           betul-betul kurang keras.
4. TT tidak literal
           suara radionya keras sekali.
5. TT langsung literal
           betul-betul kurang keras
6. TT tidak langsung literal
           keraskan radionya!
7. TT langsung tidak literal
          suara radionya keras sekali
8. TT tidak langsung tidak literal
           tidak literal matikan! 


Pengertian Praanggapan (Presuppotion)

Praanggapan (presuposisi) berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti sebelum pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan sebelumnya tentang kawan bicara atau hal yang dibicarakan.

Selain definisi tersebut, beberapa definisi lain tentang praanggapan di antaranya adalah: Levinson (dikutif Nababan, 1987:48) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan maknanya dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau pengetahuan latar belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai makna. George Yule (2006:43) menyatakan bahwa praanggapan atau presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki presuposisi adalah penutur bukan kalimat. Louise Cummings (1999: 42) menyatakan bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu. Nababan (1987:46), memberikan pengertian praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud.

Dari beberapa definisi praanggapan di atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur. Untuk memperjelas hal ini, perhatikan contoh berikut :

(1)   a : “Aku sudah membeli bukunya Pak Udin kemarin”
b : “Dapat potongan 30 persen kan?

Contoh percakapan di atas menunjukkan bahwa sebelum bertutur (1A) memiliki praanggapan bahwa B mengetahui maksudnya yaitu terdapat sebuah buku yang ditulis oleh Pak Pranowo.

Kesalahan membuat praanggapan efek dalam ujaran manusia. Dengan kata lain, praanggapan yang tepat dapat mempertinggi nilai komunikatif sebuah ujaran yang diungkapkan. Makin tepat praanggapan yang dihpotesiskan, makin tinggi nilai komunikatif sebuah ujaran yang diungkapkan. Menurut Chaika (1982:76), dalam beberapa hal, maka wacana dapat dicari melalui praanggapan. Ia mengacu pada makna yang tidak dinyatakan secara eksplisit.

Contoh:
(2a) “Ayah saya datang dari Surabaya”.
(3a) “Minuman nya sudah selesai”.

Dari contoh (2a) praanggapan adalah: (1) saya mempunyai ayah; (2) Ayah ada disurabaya. Pada contoh (3a) praanggapannya adalah silahkan diminum. Oleh karena itu, fungsi praanggapan ialah membantu mengurangi hambatan respons orang terhadap penafsiran suatu ujaran.  


Ciri-ciri Praanggapan

Ciri praanggapan yang mendasar adalah sifat keajegan di bawah penyangkalan (Yule,   2006:45). Hal ini memiliki maksud bahwa praanggapan (presuposisi) suatu pernyataan akan tetap ajeg (tetap benar) walaupun kalimat itu dijadikan kalimat negatif atau dinegasikan. Sebagai contoh perhatikan beberapa kalimat berikut :

(4) a:  “Gitar Budi itu baru”.
      b:  “Gitar Budi tidak baru”.

Kalimat (b) merupakan bentuk negatif dari kaliamt (4a). Praanggapan dalam kalimat (4a) adalah Budi mempunyai gitar. Dalam kalimat (b), ternyata praanggapan itu tidak berubah meski kalimat (b) mengandung penyangkalan tehadap kalimat (4a), yaitu memiliki praanggapan yang sama bahwa Budi mempunyai gitar.

Wijana (dikutif, 2009:64) menyatakan bahwa sebuah kalimat dinyatakan mempresuposisikan kalimat yang lain jika ketidakbenaran kalimat yang kedua (kalimat yang diprosuposisikan) mengakibatkan kalimat pertama (kalimat yang memprosuposisikan) tidak dapat dikatakan benar atau salah. Untuk memperjelas pernyataan tersebut perhatikan contoh berikut.

(5) a. “Istri pejabat itu cantik sekali”.
      b. “Pejabat itu mempunyai istri”.

Kalimat (b) merupakan praanggapan (presuposisi) dari kalimat (5a). Kalimat tersebut dapat dinyatakan benar atau salahnya bila pejabat tersebut mempunyai istri. Namun, bila berkebalikan dengan kenyataan yang ada (pejabat tersebut tidak mempunyai istri), kalimat tersebut tidak dapat ditentukan kebenarannya.


Jenis-jenis Praanggapan

Praanggapan (presuposisi) sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa, dan struktur (Yule, 2006:46). Selanjutnya Gorge Yule mengklasifikasikan praanggapan ke dalam 6 jenis praanggapan:
  1. presuposisi eksistensial
  2. presuposisi faktif
  3. presuposisi non-faktif
  4. presuposisi leksikal
  5. presuposisi struktural
  6. presuposisi konterfaktual.

Presuposisi Esistensial

Presuposisi (praanggapan) eksistensial adalah preaanggapan yang menunjukkan eksistensi/ keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang definit.

(6) a. Orang itu berjalan
      b. Ada orang berjalan


Presuposisi Faktif

Presuposisi (praanggapan) faktif adalah praanggapan di mana informasi yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu kenyataan.

(7) a. Dia tidak menyadari bahwa ia sakit
      b. Dia sakit
(8) a. Kami menyesal mengatakan kepadanya
      b. Kami mengatakan kepadanya


Presuposisi Leksikal

Presuposisi (praanggapan) leksikal dipahami sebagai bentuk praanggapan di mana makna yang dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan) dipahami.

(9) a. Dia berhenti merokok
      b. Dulu dia biasa merokok
(10)a. Mereka mulai mengeluh
       b. Sebelumnya mereka tidak mengeluh


Presuposisi Non-faktif

Presuposisi (praanggapan) non-faktif adalah suatu praanggapan yang diasumsikan tidak benar.

(11) a. Saya membayangkan bahwa saya kaya
        b. Saya tidak kaya
(12) a. Saya membayangkan berada di Hawai
        b. Saya tidak berada di Hawai


Presuposisi Struktural

Presuposisi (praanggapan) struktural mengacu pada sturktur kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai praanggapan secara tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya. Hal ini tampak dalam kalimat tanya, secara konvensional diinterpretasikan dengan kata tanya (kapan dan di mana) seudah diketahui sebagai masalah.

(12) a. Di mana Anda membeli sepeda itu?
        b. Anda membeli sepeda
(13) a. Kapan dia pergi?
        b. Dia pergi


Presuposisi konterfaktual

Presuposisi (praanggapan) konterfaktual berarti bahwa yang di praanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan (lawan) dari benar atau bertolak belakang dengan kenyataan.

(14) a. Seandainya


Pengertian Implikatur (Makna Tersirat)

Konsep implikatur  kali pertama dikenalkan oleh H.P. Grice (1975) untuk memcahkan persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa. Implikatur dipakai untuk memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang dimaksud oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah Brown dan Yule (1983:1. Sebagai contoh, kalau ada ujaran panas disini bukan? Maka secara implisit penutur menghendaki agar mesin pendingin di hidupkan atau jendela dibuka.

Makna tersirat (implied meaning) atau implikatur adalah makna atau pesan yang tersirat dalam ungkapan lisan dan atau wacana tulis. Kata lain implikatur adalah ungkapan secara tidak langsung yakni makna ungkapan tidak tercermin dalam kosa kata secara literal (Ihsan, 2011:93)

Menurut Grice (dikutif Rani, Arifin dan Martutik, 2004:171), dalam pemakaian bahasa terdapat implikatur yang disebut implikatur konvensional, yaitu implikatur yang ditentukan oleh ‘arti konvensional kata-kata yang dipakai’.

Contoh:
(15) Dia orang Palembang karena itu dia pemberani.

Pada contoh (15) tersebut, penutur tidak secara langsung menyatakan bahwa suatu ciri (pemberani) disebabkan oleh ciri lain (jadi orang Palembang), tetapi bentuk ungkapan yang dipakai secara konvensional berimplikasi bahwa hubungan seperti itu ada. Kalau individu itu dimaksud orang Palembang dan tidak pemberani, implikaturnya yang keliru tetapi ujaran tidak salah.

Contoh:
(16) Minumnya sudah tersedia, Pak!

Pada contoh (16) tersebut, Anda tentu akan mengatakan bahwa orang yang mengucapkan kalimat itu sedang memberitahukan bahwa minuman telah telah selesai dihidangkan. Yang menjadi persoalan kita bbukan apakah orang itu telah selesai atau belum selesai menghidangkan minuman tetapi apa maksud ucapan itu sebenarnya? Nah sekarang minumannya sudah tersedia maka silahkan diminum.

 Ternyata dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam percapan umunnya dari ucapan yang dikeluarkan oleh pelaku tindak berbahasa mengandung makna. Oleh karena itu, pendengar harus mampu menetapkan bahwa ada makna atau maksud lain di balik ucapan yang telah dikeluarkan oleh pembicara itu. Dengan demikian, secara efektif pendengar dapat memberi respon atau tanggapan yang sesui dengan implikator yang muncul.

Untuk dapat menetukan apa yang dimaksud dibalik apa yang dikatakan kita memerlukan pengetahuan tentang kaidah pragmatiknya. Dengan kata lain, untuk menentukan implikatur suatu ucapan kita harus memahami apa kaidah pragmatiknya.

Demikian mengenai Tindak Tutur, Praanggapan, dan Implikatur yang masuk dalam aspek Pragmatik dalam Linguistik. Dengan memahami kaidah-kaidah pragmatik baik bagi pembicara atau penutur, pendengar atau mitra tutur diharpkan dapat menggunakan bahasa dalam percakapan sehari-hari. Dengan harapan, kalimat-kalimat yang digunakan lebih efektif dengan kata lain dapat lebih mengenai sasaran yang diinginkan.

Anda juga bisa mengkaji

Pemahaman terhadap tindak tutur dalam pembicaraan implikatur juga sangat bergantung pada situasi dan kondisi saat tutur tersebut berlangsung. Kalau suatu ucapan mempunyai makna dibalik sesuatu yang dikatakan, maka ucapan tersebut mempunyai implikatur.



DAFTAR PUSTAKA
  • Alwasilah, A. Chaedar. 1993. Pengantar Sosiolinguistik Bahasa. Bandung: Angkasa.
  • Chaer, Abdul dan Leoni Agustin. 1995. Sosiolinguistik Pengenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
  • George, Yuli. 1996. Analisis Wacana. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
  • Ibrahim, Abd. Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional.
  • Ihsan, Dimroh. 2011. Pragmatik, Anasilisis Wacana, dan Guru Bahasa. Palembang: Universitas Sriwiwjaya.
  • Kridalaksana. Hari Muriti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.
  • Nababan, P.W.J.1984. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT Remeja Rusdakarya.
  • Rani, A. Arifin, B. dan Martutik. 2004. Analisis Wancana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.
  • Serle, John. R. 1980. Speech Acts An Essay in The Philosophy of Languange Melbrone. Sidney: Cambridge Univerisy Press.
  • Subyakto, Sri Utari Nababan. 1992. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.
  • Suwito. 1993. Sosiolinguistik: Pengantar Awal. Bandung: Angkasa. 


0 komentar:

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.