Sekilas tentang Sejarah Singkat Perkembangan Sastra Indonesia

Sejarah sastra adalah cabang ilmu sastra yang berusaha menyelidiki perkembangan sastra sejak dari mulai pertumbuhannya sampai pada perkembangannya yang sekarang. Sejarah Perkembangan Sastra nasional sebenarnya terletak pada adanya kesinambungan antara satu periode dengan periode lain dalam sejarahnya, baik ditinjau dari segi formal maupun dari segi kaitannya dengan perkembangan masyarakat.

Kesusastraan Indonesia, secara kultural pada awalnya adalah kesusastraan “etnik” yang ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia, bahasa nasional yang diangkat dari bahasa etnik melayu. Sebagai sastra yang ruhnya berasal dari kultur etnik, ia tak lepas dari berbagai hal yang melingkarinya. Paling tidak, sumbernya jatuh pada diri sastrawan yang juga tidak terlepas dari latar belakang etnik yang melahirkan dan membesarkannya.

Sejarah Perkembangan Sastra


Sastra Indonesia adalah sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa Indonesia setelah mendapat pengaruh kebudayaan asing. Menurut sumber yang lain dijelaskan bahwa sastra Indonesia adalah karya sastra yang ditulis dalam bahasa Indonesia oleh penulis yang berwarganegaraan Indonesia, tidak peduli apakah ia tinggal di Malaysia, seperti halya Takdir Alisjahtana dulu atau tinggal di Australia seperti Subagio Sastrowardoyo saat ini. Perjalanan sastra sejak lahir hingga sekarang sudah cukup panjang, perjalanan panjang itu dapat diibaratkan sebagai mata rantai yang berkesinambungan dari waktu kewaktu dan menggambarkan adanya dinamika pergantian tradisi.

Dalam dunia kesastraan dikenal adanya sastra lisan dan sastra tulis. Sastra lisan adalah sastra yang diceritakan dan diwariskan secara turun-temurun secara lisan, sastra jenis ini dikenal dengan “Floklore”, yakni cerita rakyat yang telah mentradisi yang hidup dan dipertahankan oleh masyarakat pemiliknya. Sedangkan sastra tulis adalah sastra yang berbentuk tulisan baik berupa novel, cerpen atau yang lainnya, dengan mencantumkan nama pengarangnya.

Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia


Secara urutan waktu, sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan, yaitu :

Angkatan Pujangga Lama


Karya sastra pada angkatan pujangga lama dihasilkan sebelum abad ke-20, pada masa ini di dominasi oleh syair, pantun, hikayat dan gurindam.
  • ~ Syair, merupakan bentuk puisi lama yang terdiri dari empat baris dalam satu bait. Persajak syair adalah aba-aba.
  • ~ Pantun, merupakan puisi lama yang terdiri dari empat baris dalam satu baitnya. Baris pertama dan kedua disebut sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat disebut isi.
    Pantun bersajak ab-ab artinya bunyi huruf terakhir pada kata terakhir kalimat pertama dan kalimat ketiga sama, disebut sajak a. Bunyi huruf terakhir pada kata terakhir kalimat kedua dan kalimat keempat sama disebut sajak b.

    Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata. Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.
  • ~ Hikayat adalah salah satu bentuk sastra, terutama dalam Bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita, dan dongeng. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang.
    Sebuah hikayat dibacakan sebagai hiburan, pelipur lara atau untuk membangkitkan semangat juang.
  • ~ Gurindam, merupakan puisi lama yang tiap baitnya terdiri dua baris. Persajaknya a – a dan isinya adalah nasihat, hal-hal yang mendidik dan masalah agama.

Angkatan Sastra “Melayu Lama”


Angkatan sastra melayu lama dihasilkan antara tahun 1870 – 1942 yang berkembang dilingkungan masyarakat Sumatra, Cina dan masyarakat Indonesia – Eropa. Pada angkatan ini karya sastra yang pertama terbit sekitar tahun 1870 yang masih dalam berbentuk syair, hikayat, dan terjemahan novel Barat.

Suatu hasil sastra melayu lama yang masih hidup sampai sekarang adalah paribahasa. Berbeda dengan hasil sastra lama yang lain seperti syair, gurindam dan mantra, paribahasa ini masih digunakan walaupun sudah agak jarang. Penciptaan paribahasa baru memang jarang kita temui, namun paribahasa lama itu masih digunakan dalam berbagai kesempatan.

Hasil sastra melayu lama tersebut ditulis dengan tangan pada kertas, dan diperbanyak dengan menyalin, tulisan-tulisan kertas itulah yang disebut naskah. Sastra melayu lama tidak mencantumkan waktu penciptaannya dan siapa penciptaya.


Angkatan Balai Pustaka


Angkatan ini tumbuh dan perkembang sekitar tahun 20-an. Sekelompok pengarang pada masa ini, pada hakikatnya bergerak oleh satu cita-cita, yaitu hendak memberikan pendidikan budi pekerti dan mencerdaskan kehidupan bangsanya melalui bacaan.

Dalam perkembangannya, sebenarnya sastra pada angkatan ini didirikan atau diciptakan oleh orang-orang Belanda. Tujan mereka bukan untuk mengembangkan dan memajukan sastra-sastra Indonesia, tetapi untuk kepentingan politik belaka.

Sebagian besar, sastra ini mengambil tema pokok masalah kawin paksa, contohnya novel Siti Nurbaya, Azab dan Sengsara, sicebol merindukan bulan. Peristiwa-peristiwa yang diceritakan sesuai dengan realitas kehidupan dalam masyarakat tidak lagi berhubungan dengan kehidupan raja-raja, dewa, atau kejadian-kejadian yang tidak masuk akal.

Diantara tiga pengarang Balai Pustaka yang penting ialah :
  1. Nur Sutan Iskandar, karangan yang dihasilkannya antara lain novel sejarah, novel psikologi, novel adapt dan sebagainya.
  2. Abdul Muis, novelnya yang berjudul salah asuhan pada tahun 1928, dianggap sebagai sastra yang paling menonjol nilai sastranya.
  3. Marah Rusli, novelnya yang berjudul Siti Nurbaya merupakan hasil sastra yang paling banyak dibaca orang. Novel salah asuhan dan Siti Nurbaya sering disebut orang sebagai puncak-puncak sastra balai pustaka.

Angkatan Pujangga Baru


Pada bulan Juli 1993 merupakan tahun berdirinya sastra angkatan pujangga baru, secara reformasi tahun ini sekaligus dianggap pula sebagai pertama kali terbitnya majalah pujangga baru.

Ciri khas yang paling menonjol dalam sastra ini baik prosa maupun puisinya sebagian besar mengandung suasana romantic. Dan pokok cerita pada umumnya bukan lagi berkisar pada masalah kawin paksa seperti pada angkatan balai pustaka, melainkan masalah kehidupan kota atau kehidupan masyarakat modern, misalnya masalah perubahan (manusia baru - Sanusi Pane), masalah kedudukan wanita (layer terkembang – Sutan Takdir Alisjahbana), masalah kedudukan suami istri dalam hidup berumah tangga (Belenggu – Armijn Pane) dan sebagainya.

Sastra pujangga baru meliputi bentuk-bentuk novel, cerpen, kritik dan puisi dengan bermacam-macam bentuk. Pada angkatan ini ada dua kelompok sastrawan pujangga baru, yaitu :
  1. Kelompok “seni untuk seni” dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah. Tengku Amir Hamzah juga terkenal sebagai seorang sastrawan raja penyair pujangga baru.
  2. Kelompok “seni untuk rakyat” dimotori oleh Sultan Takdir Alisyahbana, Armijn Pane dan Rustam Efendi.

Dengan demikian, zaman pujangga baru menunjukan adanya hubungan yang lebih erat antara sastrawan dan sekelompok intelektual yang memiliki pengaruh dalam perkembangan pemikiran. Namun pada tahun 1942-1945 merupakan masa melemahnya sastra angkatan pujangga baru. Karya penting penutup periode sastra ini adalah belenggu, novel karya Armijn Pane dan manusia baru, drama karya Sanusi Pane.


Angkatan ‘45


Pada periode 1942-1950 atau 1942-1945 adalah periode bangkit dan terintegrasinya sastra angkatan ini. Pada masa angkatan ini karya-karyanya bersifat lebih realistic disbanding karya angkatan pujangga baru yang bersifat romantic, idealistic. Angkatan ’45 diwarnai dengan adanya pengalaman hidup dan problem sosial, polotik, budaya seperti korupsi, penyelwengan, ketidakadilan, dan kemerosotan moral.

Diantara penulis angkatan ’45 yaitu Chairil Anwar, Idrs Mochtar Lubis, Trisno Sumardjo, M. Balfas.


Angkatan 50-an

Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra “kisah” asuhan H.B jassin, majalah tersebut bertahan sampai tahun 1946 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya. Cirri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi cerita pendek dan kumpulan puisi. Sastra 50-an umumnya menyadarkan pada segi ekspresi sarta memperkembangkan gaya ucapan angkatan ’45. pada tahun ini, majalah sastra yang dianggap standar adalah “kisah”. Kisah yang memuat cerpen dan puisi.


Angkatan ’66 – ’70-an

Pada angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra horizon. Majalah horizon adalah satu-satunya majalah sastra yang terbit di Indonesia pada saat ini atau setidaknya ia adalah satu-satunya majalah yang mengorbankan (hampir) seluruh halamannya untuk menampung hasil tulisan. Sastrawan kita menganggap majalah horizon sebagai standar perkembangan sastra Indonesia dan sekaligus menjadi sasaran tuntutan beranekaragam yang patut di alamatkan kepada sebuah majalah sastra.

Pada awal tahun 70-an Marga. T. mengumumkan novelnya dikoran kompas, novelis wanita tampaknya menjadi salah satu jaminan bagi lakunya suatu penerbitan.

Dasawarsa 80-an

Pada karya sastra 80-an, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, majalah horizon tidak adalagi. Karya sastra Indonesia pada angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum. Mira W. dan Marga T. adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka, pada umumnya tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Namun yang tidak boleh dilupakan pada era 80-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop (tetapi tetap sah disebut sastra, jika sastra dianggap sebagai salah satu alat komunikasi) yaitu lahirnya sejumlah novel popular yang dipelopori oleh Hilman dengan serial lupusnya.


Angkatan Reformasi

Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial, politik, khususnya seputar reformasi.

Baca juga SOSIOLOGI SASTRA


Demikian mengenai Sejarah Perkembangan Sastra di Indonesia yang dirangkum dari beberapa sumber, bila ada kekurangan mohon dimaafkan.



Sumber:
  • Wikipedia
  • KBBI terbitan pusat pembinaan dan pengembangan bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1988 halaman 786

0 komentar:

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.